KEWENANGAN KETUA PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI
Oleh : Dr. H. Insyafli, M. H. I.
Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung
- PENGANTAR
Tugas eksekusi adalah salah satu tugas penting terkait dengan putusan Pengadilan yang sudah in kracht atau sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kekuatan hukum tetap bagi suatu putusan terjadi setelah lewatnya waktu upaya hukum biasa, baik banding maupun kasasi. Dengan tidak diajukannya upaya hukum banding atau kasasi tersebut, berarti pihak yang kalah sudah bisa dipastikan tidak ada keberatan lagi terhadap putusan tersebut.
Disamping in krachtnya putusan, syarat lainnya bagi melakukan eksekusi adalah putusan tersebut bersifat condemnatoir, yakni bersifat menghukum pihak yang kalah untuk membayar sesuatu atau menyerahkan sesuatu atau melakukan sesuatu atau penghukum lainnya sebagaimana lazimnya bagi suatu putusan yang bersifat condemnatoir. Syarat eksekusi berikutnya adalah pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela, artinya pihak yang kalah membangkang tidak mau melaksanakan putusan pengadilan, maka wajar yang bersangkutan dipaksa untuk melaksanakan putusan dengan jalan eksekusi. Pelaksanaan putusan atau eksekusi itu harus atas pimpinan Ketua Pengadilan[1]. Ketua pengadilan bertanggung jawab dan mengawasi kesempurnaan pelaksanaan eksekusi, dia tidak boleh menyerahkan seratus persen tugas dan tanggung jawab pelaksanaan eksekusi kepada Panitera atau Juru Sita.
Menurut normanya, pelaksana eksekusi atau dikenal eksekutor putusan perdata termasuk putusan Peradilan Agama adalah Panitera. Hal ini secara tegas disebutkan dalam Pasal 98 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 sebagai berikut: Panitera bertugas melaksanakan penetapan atau putusan Pengadilan.[2] Dari ketegasan pasal 98 ini terkesan bahwa urusan eksekusi ini hanya diurus oleh Panitera Pengadilan Agama. Akan tetapi Pasal 95 undang-undang yang sama juga mewajibkan kepada Ketua Pengadilan Agama untuk mengawasi kesempurnaan pelaksanaan penetapan atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.[3]
Rbg Pasal 206 ayat (1) pelaksanaan hukum (eksekusi) perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam tingkat pertama dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua menurut cara yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut. Dalam Pasal 206 ayat (1) Rbg ini Ketua Pengadilan di dalam tugas eksekusi bertugas untuk memerintahkan eksekusi dan memimpin eksekusi, bukan melaksanakan eksekusi karena yang bertugas melaksanakan eksekusi atau disebut sebagai eksekutor adalah Panitera atau Juru Sita Pengadilan, bukan termasuk tugas Ketua Pengadilan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan diubah untuk kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Pasal 17 (1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, Hakim tidak boleh merangkap menjadi: a. pelaksana putusan Pengadilan; b. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya; c. pengusaha. (2) Hakim tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum. (3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Hakim selain jabatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pertanyaan yang masih perlu dibahas adalah sebatas mana tugas seorang Ketua Pengadilan di dalam pelaksanaan eksekusi? Apakah Ketua Pengadilan bisa menunjuk dirinya sebagai pelaksana eksekusi, atau apakah Ketua Pengadilan diperboleh secara hukum dan secara etik ikut melaksanakan putusan pengadilan atau pelaksanaan eksekusi?
[1] M. Yahya Harahap, SH, dalam bukunya yang berjudul Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata di halaman 4 menyebut, Putusan harus sudah berkekuatan hokum tetap, Putusan tidak dilaksanakan dengan suka rela, Putusan bersifat kondemnatoir, Eksekusi atas perintah Ketua Pengadilan, ini disebutnya di bawah judul Asan-asas eksekusi.
[2] Pasal ini sangat jelas bahwa Panitera bertugas melaksanakan penetapan atau putusan Pengadilan. Pengadilan di sini adalah Pengadlan di bawah lingkungan Peradilan Agama. Ketegasan ini mestinya membuat pejabat yang diberinama Panitera mempersiapkan kemampuan dan keahliannya di bidang eksekusi dan penyitaan.
[3] Pasal 95 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 menegaskan, “Ketua Pengadilan wajib mengawasi kesempurnaan pelaksanaan penetapan atau putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam pasal ini tidak dimaksudkan bahwa Ketua adalah pelaksana putusan, tetapi sebagai pimpinan pengadilan Ketua wajib mengawasi kesempurnaan pelksanaan eksekusi.