MEMPERSOALKAN PENGAKUAN SEBAGAI ALAT BUKTI
Oleh : Dr. H. Insyafli, M.H.I.
Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung
- I.Pendahuluan
Pengakuan dalam pemakaian kata sehari-hari berarti membenarkan sesuatu yang dituduhkan atau dinisbatkan kepada kita., misalnya dikatakan bahwa kita tidak sehat, dan kita mengakuinya karena memang kita sedang tidak sehat, dikatakan bahwa kita tidak serius hanya bercanda, lalu kita mengakuinya karena memang kita tidak serius mengatakan sesuatu ucapan.
Singkatnya pengakuan dipahami sebagai pembenaran terhadap sesuatu yang dituduhkan atau disangkakan oleh orang lain kepada kita. Lawan dari pengakuan adalah penyangkalan, dengan makna membantah atau tidak mengakui sesuatu yang dituduhkan atau disangkakan kepada kita karena memang tuduhan dan sangkaan itu tidak benar.
Di dalam pengertian hukum acara di Indonesia, pengakuan dimasukkan sebagai salah satu alat bukti dalam perkara perdata, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 284. Rbg yang menegaskan bahwa, “Alat-alat bukti terdiri dari: - bukti tertulis, - bukti dengan saksi-saksi, - persangkaan, - pengakuan-pengakuan, - sumpah; semuanya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal seperti berikut”.
Berdasarkan Pasal 284 Rbg tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam urutan alat-alat bukti pengakuan ditempatkan pada urutan alat bukti ke 4 diantara 5 alat bukti di dalam perkara perdata. Di dalam pasal ini pengakuan disebut dengan kata ‘pengakuan-pengakuan’ dengan makna lebih dari satu pengakuan atau beberapa macam pengakuan.
Pengakuan adalah berbentuk kata-kata atau ucapan yang maknanya adalah mengakui dalil atau alasan pihak lawan. Misalnya Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat, kemudian Tergugat mengatakan atau menjawab benar Tergugat berhutang kepada Penggugat. Menurut M Yahya Harahap, SH, “Pengertian pengakuan yang bernilai sebagai alat bukti menurut Pasal 1923v KUH Perdata dan Pasal 174 HIR adalah :
- Pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan sautu perkara.
- Pernyataan atau keterangan itu dilakuakn di hadapan Hakim atau dalam sidang pengadilan.
- Keterangan itu merupakan pengakuan (bekentenis, confession), bahwa apa yang didalilkan atau yang dikemukakan pihak lawan benar untuk keseluruhan atau sebagian.[1]
Pembahasan tentang serba serbi pengakuan dari sisi hukum acara perdata dalam hal ini adalah mengenai pengakuan sebagai salah satu alat bukti dalam perkara perdata, itulah yang akan dibahas di dalam tulisan ini sebagai bacaan tambahan bagi Hakim Pengadilan Agama di dalam memeriksa perkara yang terkait dengan pengakuan salah satu pihak berperkara.
[1] M Yahya Harahap, SH, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan Persidangan Penyitaan Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 722.